Studi kekerabatan merupakan
salah satu aspek yang dipelajari dalam taksonomi hewan. Kekeranatan mencakup
dua pengertian yaitu kekerabatan filogenetik dan kekerabatan fenetik.
Kekerabatan filogenetik adalah kekerabatan yang didasarkan pada hubungan
filogeni antara takson yang satu dan takson yang lain, sedangkan kekerabatan
fenetik adalah kekerabatan yang didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri
yang tampak pada takson (Clifford and Stephenson, 1975).
Hubungan kekerabatan merupakan suatu gambaran hubungan organisme
yang satu dengan yang lain, baik yang sekarang ada maupun yang hidup di masa silam
selama perkembangan sejarah filogenetiknya. Dalam sistematika, jauh dekatnya
hubungan antarkesatuan taksonomi dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu fenetik
dan filogenetik. Kekerabatan fenetik ditentukan oleh banyaknya persamaan
sifat-sifat yang tampak, sedangkan kekerabatan filogenetik ditentukan
berdasarkan asal usul nenek moyang sesuai perkembangan atau proses evolusi
(Davis dan Heywood, 1973).
Hasil perbandingan antara ciri-ciri yang mirip dengan
semua ciri-ciri yang digunakan berupa nilai rata-rata kemiripan ciri. Hal ini
sekaligus menunjukkan tingkat hubungan kekerabatan antara taksa yang
dibandingkan. Nilai rata-rata kemiripan ciri selanjutnya digunakan untuk
menggambar fenogram.
Kedekatan hubungan kekerabatan dari beberapa spesies sampel dihitung dengan menggunakan koefisien asosiasi, yaitu bilangan yang menunjukkan nilai kesamaan antara organisme yang satu dengan organisme yang lain (Sokal dan Sneath, 1963).
S* = m
m + u
Keterangan : S = koefisien asosiasi
m = jumlah sifat atau ciri yang sama
u = jumlah sifat atau ciri yang beda
*Semakin tinggi nilai koefisien asosiasi, maka semakin dekat hubungan kekerabatannya.
Hubungan kekerabatan merupakan suatu gambaran hubungan organisme
yang satu dengan yang lain, baik yang sekarang ada maupun yang hidup di masa silam
selama perkembangan sejarah filogenetiknya. Dalam sistematika, jauh dekatnya
hubungan antarkesatuan taksonomi dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu fenetik
dan filogenetik. Kekerabatan fenetik ditentukan oleh banyaknya persamaan
sifat-sifat yang tampak, sedangkan kekerabatan filogenetik ditentukan
berdasarkan asal usul nenek moyang sesuai perkembangan atau proses evolusi
(Davis dan Heywood, 1973).
Pengertian secara tradisional terhadap klasifikasi adalah pengelompokan
suatu obyek ke dalam kelas karena kepemilikan atribut secara bersama.
Klasifikasi juga mengandung makna pengaturan organisme ke dalam suatu grup
(atau kelompok) berdasarkan hubungan kekerabatan mereka yang digabungkan oleh
adanya contiguity, similarity or both. Klasifikasi memiliki makna yang lebih sempit dari sistematik dan merupakan bagian dari aktivitas yang
dilakukan dalam sistematik (Anonim, 2012).
Filogenetik merupakan studi yang membahas tentang hubungan kekerabatan
antar berbagai macam organisme melalui analisis molekuler dan morfologi. Para
ahli biologi secara tradisional menggambarkan silsilah atau genealogi organisme
pada pohon filogenetik, yaitu diagram yang melacak hubungan evolusioner yang
dapat mereka tentukan sebaik mungkin (Campbell, 2003). Sistem fenetik lebih
mudah diterapkan. Fenetik merupakan karakter atau ciri yang dapat diamati secara langsung morfologinya (Saanin, 1984). Hasil
keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi menunjukkan fenomena yang
menarik. Sebagai contoh, nampak bahwa hubungan kekerabatan gelatik Jawa dalam
satu kawasan (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) tidak berkelompok dalam
satu percabangan. Fenomena ini menunjukkan adanya aliran gen yang berhubungan
dengan kemampuan terbang yang cukup tinggi dan tidak terdapat penghalang
geografi maupun habitat yang membatasi pergerakan gelatik Jawa (Susanti, dkk.
2008).
Filogeni
atau filogenesis adalah kajian mengenai hubungan di antara kelompok-kelompok
organisme yang dikaitkan dengan proses evolusi
yang dianggap mendasarinya. Istilah “filogeni” dipinjam dari bahasa Belanda fylogenie, yang berasal
dari gabungan kata bahasa Yunani
kuno yang berarti “asal-usul
suku, ras”. Hubungan tersebut ditentukan berdasarkan morfologi hingga DNA.
Filogeni tidak sepenuhnya sama dengan kladistika (sistematika filogenetik),
namun banyak menggunakan metode-metode dan konsep yang dipakai di dalamnya
(Gitri, 2011). Analisis data dari suatu organisme secara
filogenetik akan memberikan informasi yang penting mengenai proses evolusi yang
berjalan, dan bagaimana proses yang terjadi dari setiap ciri kelompok organisme
tersebut. Analisis filogenetik merupakan suatu alat analisis yang sangat ampuh,
meskipun tidak dapat digunakan untuk menganalisis data bukan biologi (Walter dan Sayles,
1959).
Fenetik
merupakan salah satu metode di dalam studi sistematik yang dapat menggambarkan
hubungan kekerabatan organisme yang dipetakan pada suatu diagram pohon yang
disebut fenogram Pengertian sejenis mengenai fenetik yaitu suatu studi yang
mengklasifikasikan berbagai macam organisme berdasarkan kesamaan atau kemiripan
morfologi dan sifat lainnya yang bisa diobservasi. Jadi dalam analisis fenetik,
hubungan kekeraban dilihat berdasarkan kesamaan atau kemiripan karakter antara
organisme yang sedang dipelajari (Walter dan Sayles, 1959).
Menurut Anonim (2012), pada sistem
klasifikasi modern, terdapat dua sistem klasifikasi yang mempunyai kelebihan
dan kekurangan tersendiri, yaitu :
1.
Sistem
fenetik
- - Berdasarkan
persamaan dan perbedaan karakter fenetik yang diamati
- - Kemiripan
karakter berkurang pada kategori lebih tinggi
- - Tidak
memerlukan pengetahuan atau analisis evolusi
- - Sulit
membedakan karakter yang terlihat sama atau menunjukan kemiripan
- Contoh : spesies sibling dan simpatrik
2.
Sistem
Filogenetik
- - Berdasarkan
kesamaan nenek moyang
- - Makin dekat
moyang dua unit taksonomi maka akan berkerabat makin dekat dan ditempatkan pada kategori taksonomi yang lebih rendah dibanding dengan unit taksonomi yang
berbagi moyang lebih jauh
- - Hanya dapat
diterapkan pada obyek yang benar-benar mempunyai riwayat perkembangan moyang
- - Upaya
rekontruksi perkembangan evolusi yang dapat meningkatkan pemahaman kita
terhadap perkembangan evolusi dalam sistem klasifikasi.
Hubungan antara keterkaitan filogenetik dan kesamaan
ekologis antara spesies telah diteliti menggunakan dua pendekatan. Pertama adalah untuk mengukur sinyal filogenetik, yang merupakan kecenderungan untuk spesies terkait yang mirip satu sama lain yang diambil secara acak dari pohon filogenetik. Sinyal filogenetik akan terjadi jika karakter berkembang dengan cara gerakan
seperti Brown, dimana jumlah perubahan dalam interval yang diberikan umumnya
kecil dan acak seperti pola evolusi, bisa terjadi baik dari pergeseran genetik atau dari
seleksi alam yang secara acak berfluktuasi dari waktu ke waktu dalam arah dan
besarnya. Akibat dari hal tersebut, sebuah hubungan yang diharapkan antara tingkat
keterkaitan filogenetik dihitung sebagai waktu sejak perbedaan antara pasangan
spesies, dan tingkat kesamaan fenotipik antara mereka; semakin
dekat nenek moyang dengan spesies tertentu, semakin sedikit perbedaan fenotipik yang diharapkan
antara mereka.
Pendekatan kedua untuk memahami hubungan antara ekologi
dan kesamaan filogenetik berputar di sekitar gagasan konservatisme niche filogenetik (PNC). Berbeda dengan penjelasan untuk sinyal
filogenetik, keberadaan PNC menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan spesies yang terkait
erat,
lebih mirip secara ekologis dari yang diharapkan oleh keturunan gerakan
sederhana Brown
dengan modifikasi. Informasi filogenetik dapat digunakan untuk menilai ceruk konservatisme (Losos, 2008).
Beberapa
ikan yang dapat digunakan sebagai contoh dalam praktikum hubungan kekerabatan adalah:
1. Ikan Layur (Trichiurus savala)
Klasifikasi Ikan layur adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Ordo : Perciformes
Familia :
Trichiuridae
Genus : Trichiurus
Spesies : Trichiurus savala
Layur (Trichiurus savala)
merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang
dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak
perairan dunia. Jenis yang ditemukan di Pasifik dan Atlantik merupakan populasi
yang berbeda. Ukuran tubuhnya dapat mencapai panjang 2 m, dengan berat maksimum
tercatat 5 kg dan usia dapat mencapai 15 tahun. Kegemarannya pada siang hari
berkeliaran di perairan dangkal dekat pantai yang kaya plankton Crustacea. Pada waktu malam
ikan ini mendekat ke dasar perairan. Layur mudah dijumpai di tempat penjualan
ikan di Indonesia. Ia juga menjadi ikan umpan. Orang Jepang menyebutnya tachiuo dan memakannya mentah
(sebagai sashimi) atau dibakar.
Orang Korea menyebutnya galchi
dan mengolahnya dengan digoreng atau dibakar. Ikan ini disukai karena dagingnya yang kenyal, tidak terlalu amis, tidak berminyak,
serta mudah dilepas tulangnya (Anonim, 2006).
2. Ikan Lele (Clarias
batrachus)
Ikan lele memiliki bentuk badan yang
memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis yang
memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernafasan tambahan. Bagian
depan badannya terdapat penampang melintang yang membulat, sedang bagian tengah
dan belakang berbentuk pipih (Susanto, 1996).
Klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut :
Phylum
: Vertebrata
Classis : Pisces
Ordo : Ostariophysoidei
Sub
ordo : Siluroidea
Familia
: Claridae
Genus :
Clarias
Species : Clarias batrachus
3. Ikan Kembung (Rastrelliger
brachysoma)
Ikan kembung laki-laki (Rasterliger
branchysoma) termasuk ke dalam kelas Condrichthyes yang memiliki rahang,
tubuh bilateral simetris, mulutnya terminal, dan memiliki tutup insang. Ikan
kembung laki-laki (Rasterliger branchysoma) juga memiliki liniea
lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah (dirhinous),
bersisik dan tidak memiliki sungut. Ikan kembung laki-laki (Rasterliger
branchysoma) juga memiliki sirip punggung 1, 2 sirip perut, pectoralis,
sirip anal dan sirip ekor bercagak (Djuhanda, 1981).
Klasifikasi dari ikan kembung adalah:
Phylum : Chordata
Classis
: Actinopterygii
Ordo
: Perciformes
Familia
: Scombridae
Genus :
Rastrelliger
Species : Rastrelliger brachysoma
4. Ikan Brek (Puntius orphoides)
` Ikan brek (Puntius orphoides C.V.) banyak diperjual belikan di
wilayah eks-Karesidenan Banyumas, namun sampai saat ini belum menjadi ikan
budidaya. Melihat minat masyarakat terhadap ikan ini, memberikan peluang untuk
mendomestikasi dan membudidayakannya agar permintaan dapat terpenuhi,
sekaligus mempertahankan eksistensinya di sungai sebagai habitat aslinya. Usaha
domestikasi dan budidaya dapat dilakukan apabila telah tersedia informasi yang
berkaitan dengan aspek biologinya (Djuhanda, 1981).
Klasifikasi Ilmiah ikan brek :
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Puntius
Spesies : Puntius orphoides
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Puntius
Spesies : Puntius orphoides
5. Ikan Lidah (Cynoglosus
lingua)
Lubang mulutnya sempit dan gigi-gigi pada sebelah badan
yang tidak berwarna lebih baik. Di muara-muara sungai di Sumatera terdapat ikan
lidah dari spesies Cynoglossus monopus
dalam jumlah yang banyak. Ikan ini dapat mencapai panjang tubuh 17 cm, hidupnya
pada dasar air yang brlumpur. Jenis-jenis ikan lidah lainnya tidak dapat lebih
besar dari 17 cm.
Hasil
uji kekerabatan dengan rumus koefisiensi asosiasi dan fenogram yang dibuat
menggunakan software NTsys, menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan yang paling
dekat adalah ikan kembung dan ikan brek, selanjutnya antara ikan layur, ikan
kembung, dan ikan brek. Sedangkan hubungan kekerabatan paling jauh ditunjukkan
antara ikan layur, ikan kembung, ikan brek, dengan ikan lidah. Besarnya nilai koefisien asosiasi pada fenogram menunjukkan
dekat jauhnya hubungan kekerabatan hewan. Adapun nilai fenogram berdasarkan
perhitungan nilai matrik perbandingan antara jumlah persamaan dengan jumlah
karakter yang digunakan. Menurut Sokal
dan Sneath (1963) makin banyak jumlah ciri yang yang mirip antara dua takson
yang di bandingkan, berarti makin dekat hubungan kekerabatanya dan sebaliknya
semakin sedikit jumlah ciri yang mirip antara dua takson, berarti semakin jauh
hubungan kekerabatannya.
by : Ana Diana Solich - yakin usaha sampai
referensi lainnya, bisa dilihat di http://www.wikipedia.org. dan http://faufaufau.wordpress.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar