Ajamuddin Tiffani
Mengapa masih jua limpas rindu lautmu
setelah kuciptakan surau di puncak karang
setelah kuhiasi langit malammu
dengan tujuh puluh ribu kubah-kubah Al-Fatihah
dan merajuk pasir di seluruh pantaiku untuk mengaku
pasir zikirku, pasir lautmu
lah kutimang-tandas tikammu, sedarah-darah
lah kubuai timpas-suburmu, sepasir-pasir
lah kusudahkan getir khuldimu, setangis-tangis
geramku tak jua memahami rahasia cinta
yang kau tetaskan di sarang-sarang gelisahku
yang senantiasa bergetar, senantiasa amarah
pada jarak dan waktu
mengapa masih jua ratap deram lautmu
padahal di lubuknya sudah kutanam pohon angsanaku
tempat camarku membangun rumah puisinya
tempat daun keringku menyelesaikan kepunahannya
Mengapa masih jua limpas rindu lautmu
setelah kuciptakan surau di puncak karang
setelah kuhiasi langit malammu
dengan tujuh puluh ribu kubah-kubah Al-Fatihah
dan merajuk pasir di seluruh pantaiku untuk mengaku
pasir zikirku, pasir lautmu
lah kutimang-tandas tikammu, sedarah-darah
lah kubuai timpas-suburmu, sepasir-pasir
lah kusudahkan getir khuldimu, setangis-tangis

yang senantiasa bergetar, senantiasa amarah
pada jarak dan waktu
mengapa masih jua ratap deram lautmu
padahal di lubuknya sudah kutanam pohon angsanaku
tempat camarku membangun rumah puisinya
tempat daun keringku menyelesaikan kepunahannya
Keren banget puisinya :)
BalasHapus