Manusia, baik itu laki-laki maupun
perempuan adalah ciptaan Allah yang menduduki kemuliaan tertinggi di muka bumi
ini yang dibekali dengan akal dan intuisi pada segala macam keadaan. Kehadiran
manusia merupakan puncak ciptaan Tuhan. Dia adalah wakil Tuhan atau khalifah di
muka bumi ini. Menurut fitrah kejadiannya, manusia diciptakan bebas dan
merdeka, dalam pengertian bahwa kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong oleh
kemauan yang murni untuk mencapai keridlaan Allah SWT sebagai Sang Pencipta dan
supaya bagaimana mereka dapat berperan dalam masyarakat.
Kedudukan laki-laki dan perempuan
pada dasarnya adalah sama dalam Al-Quran sebagai rujukan prinsip dasar
masyarakat Islam. Keduanya diciptakan dengan tidak memiliki keunggulan satu
terhadap yang lain. Atas dasar itu, prinsip Al-Quran terhadap hak kaum
laki-laki dan perempuan adalah sama, dimana hak istri adalah diakui secara adil
dengan hak suami. Laki-laki memiliki hak dan kewajiban atas perempuan, dan kaum
perempuan juga memiliki hak dan kewajiban terhadap laki-laki.
Ajaran Al-Quran tentang perempuan
merupakan bagian dari usaha untuk menguatkan dan juga memperbaiki posisi lemah
perempuan dalam kehidupan masyarakat Arab pra-Islam. Ajaran Islam memberikan
porsi perhatian yang besar dan kedudukan
yang terhormat kepada perempuan, dapat dilihat dari segi asal penciptaannya dan
bisa juga dilihat dari segi hak-hak atau peran sertanya dalam berbagai bidang.
A. Hakikat Penciptaan Perempuan
Prinsip pokok dalam ajaran agama Islam
adalah persamaan antara manusia. Perbedaan yang patut digarisbawahi dan yang
kemudian meninggikan atau merendahkan seseorang di mata Tuhannnya hanyalah
nilai pengabdian dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam firmanNya disebutkan, “Wahai
seluruh manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (terdiri) dari lelaki
dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal, sesungguhnya yang termulia di antara kamu adalah yang paling
bertakwa” (QS Al-Hujuraat : 13).
Konsep penciptaan perempuan merupakan hal yang sangat mendasar untuk
dibahas. Berangkat dari hal ini, maka dapat ditarik benang merah konsep kesetaraan antara laki-laki dan
perempuan. Al-Quran tidak menyebutkan secara rinci tentang asal-usul penciptaan
perempuan, tetapi Al-Quran menolak berbagai persepsi yang membedakan
diantaranya. Al-Quran surat An-Nisa’ ayat pertama menyebutkan : “Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari jenis yang sama dan
darinya Allah menciptakan pasangannya dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan
laki dan perempuan yang banyak.”
Ada hadits shahih nabi yang
menyebutkan bahwa “Saling
pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan
dari tulang rusuk yang bengkok”(Diriwayatkan
oleh Bukhari, Muslim dan Tirmidzi dari sahabat Abu Hurairah). Melalui hadits
tersebut, banyak yang memahami bahwa perempuan dipandang rendah derajat
kemanusiaannya dibandingkan dengan laki-laki. Namun cukup banyak ulama yang
menjelaskan pemaknaan dari hadits tersebut.
Tulang rusuk yang bengkok harus
dipahami dalam pengertian kiasan, dalam arti bahwa hadis tersebut
memperingatkan para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana. Karena ada sifat, karakter, dan
kecenderungan mereka yang tidak sama dengan lelaki, hal mana bila tidak
disadari akan dapat mengantar kaum lelaki untuk bersikap tidak wajar. Mereka tidak akan mampu mengubah
karakter dan sifat bawaan perempuan. Kalaupun
mereka berusaha akibatnya akan fatal, sebagaimana fatalnya meluruskan tulang
rusuk yang bengkok. Dari hadits tersebut, justru terdapat pengakuan tentang
kepribadian perempuan yang telah menjadi kodrat sejak dilahirkan.
Pemahaman tentang
kesamaan antara laki-laki dan perempuan dapat dipertegas dalam surat Ali ‘Imron
ayat 195 yang menyebutkan bahwa, “Sebagian
kamu adalah bagian dari sebagian yang lain”. Maksudnya, bahwa sebagaimana
laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, maka demikian pula halnya
perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. Kedua-duanya sama-sama manusia,
tidak ada kelebihan yang satu dari yang lain tentang penilaian iman dan
amalnya. Dipertegas pula dalam ayat “Sesungguhnya
Allah tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal, baik lelaki maupun
perempuan”(QS. Ali-Imron : 195).
Melalui ayat
tersebut di atas, Al-Quran telah mengikis pandangan masyarakat yang membedakan
antara lelaki dan perempuan, terutama dalam bidang kemanusiaan. Terdapat
ayat-ayat dalam Al-Quran yang juga menerangkan bahwa baik lelaki maupun
perempuan dapat tergoda oleh bujuk rayu Iblis seperti yang telah tersebut pada
kisah kebersamaan antara Adam dan Hawa. Artinya, baik laki-laki maupun
perempuan, sama-sama mendapat kesempatan untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Laki-laki bertindak sebagai pemimpin ada pada hubungannya pada isterinya, yang
berarti ia bertanggung jawab untuk melindungi dan mengayomi pasangannya dan
menghormati apa yang menjadi fitrahnya. Demikian terlihat bahwa Al-Quran
mendudukkan perempuan pada tempat yang sewajarnya dan meluruskan pandangan yang
salah terkait dengan posisi ataupun asal
kejadiannya.
B. Kedudukan dan Peran Perempuan
Dalam Islam
Perempuan
muslimah sesungguhnya memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan sangat
berpengaruh pada kehidupan setiap manusia. Diantara kedudukan tertinggi
tersebut adalah :
1.
Perempuan Sebagai Hamba Allah
Seorang perempuan mempunyai
tanggung jawab yang sama dengan laki-laki delam kedudukannya sebgai hamba
Allah, yakni sama-sama mempunyai kewajiban untuk mengabdikan diri kepada Allah
SWT. Dalam firmanNya dikatakan, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan
untuk beribadah” (QS Adz Dzariat : 56). Hakikat hidup manusia, termasuk di
dalamnya adalah seorang perempuan adalah untuk beribadah dan mencari keridlaan
Allah SWT. Ibadah dapat meliputi ritual-ritual khusus seperti salat, puasa, zakat,
dan haji, namun juga ibadah yang yang sifatnya mencakup seluruh aktivitas
kebaikan hidup di seluruh aspek. Hal tersebut dapat terlaksana melalui adanya
keterikatan pribadinya sendiri dengan peraturan-peraturan dari yang telah Allah
tetapkan.
2.
Perempuan Sebagai Istri
Kedudukan posisi seorang istri
dan pengaruhnya terhadap ketenangan jiwa seorang suami. Allah berfirman, "Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian
sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan menjadikan
rasa kasih dan sayang di antara kalian." (QS. Ar- Rum: 21).
Laki-laki menjadikan seorang permpuan
sebagia istrinya dapat karena memang cintanya kepada perempuan tersebut, yang
selanjutnya cinta dan kasih sayangnya tersebut membuahkan putera dan puteri
yang salih. Khadijah istri Rasululllah
SAW pernah suatu kali menenangkan rasa takut Rasulullah ketika beliau didatangi
malaikat Jibril yang membawa wahyu pertama kalinya di Gua Hira. Nabi pulang ke
rumah dengan gemetar dan hamper pingsan, lalu berkata pada Khadijah, " Selimuti aku, selimuti aku! Sungguh aku khawatir dengan
diriku. "Demi melihat Nabi yang demikian itu, Khadijah berkata kepada
beliau," Tenanglah. Sungguh,
demi Allah, sekali-kali Dia tidak akan menghinakan dirimu. Engkau adalah orang yang
senantiasa menyambung tali silaturahim, senantiasa berkata jujur, tahan dengan
penderitaan, mengerjakan apa yang belum pernah dilakukan orang lain, menolong
yang lemah dan membela kebenaran. " (HR.
Bukhari-Muslim).
Seorang istri adalah sahabat bagi
suaminya. Di dalamnya melekat segala kewajiban yang harus dilaksanakan kepada
suaminya. Seorang istri harus mampu menjaga rahasia dan harta benda suaminya
sebagai amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Seorang istri seyogyanya harus mempunyai keahlian dan ketrampilan, seperti
memasak, penataan rumah, menata penampilan, dan cerdas dalam ilmu pengetahuan
masalah kesehatan dan pengaturan keuangan. Istri adalah menteri keuangan
terbaik dalam rumah tangga.
3. Perempuan Sebagai Ibu
Dijelaskan dalam
Al-Quran betapa pentingnya peran perempuan sebagai ibu, istri, saudara
perempuan, maupun sebagai anak yang berbakti. Demikian juga dengan hak-hak dan
kewajibannya. Peran permpuan adakalnya sangat berat, bahkan bisa sampai semisal
harus menanggung beban-beban yang semestinya dipikul oleh laki-laki. Oleh
karena itu, menjadi suatu keharusan bagi kita untuk selalu berterimasih kepada
ibu, berbakti, dan bersikap baik padanya. Posisi ibu terhadap anak-anaknya ebih
didahulukan dari ayah. Disebutkan dalam firman Allah, "Dan Kami perintahkan kepada
manusia (agar berbuat baik) kepada ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua
tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. Hanya kepada-Ku lah kamu akan kembali.
" (QS. Luqman: 14).
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa
pernah ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, siapa
orang yang paling berhak untuk aku untuk berlaku bajik kepadanya?" Nabi
menjawab, "Ibumu." Orang itu bertanya lagi, "Kemudian setelah
dia siapa? "Nabi menjawab," Ibumu. "Orang itu bertanya
lagi," Kemudian setelah dia siapa? "Nabi menjawab," Ibumu.
"Orang itu bertanya lagi," Kemudian setelah dia siapa? "Nabi
menjawab," Ayahmu. " (HR.
Bukhari-Muslim). Besarnya bakti seorang anak kepada ibunya dianjurkan untuk tiga
kali lebih hormat dari bakti kepada ayahnya.
“Al-ummu madrosatul uulaa”, ibu adalah
madrasah pertama. Peran tersebut adalah dalam kapasitasnya membangun keluarga
dan masyarakat yang shalih selama dia berada pada jalan Al-Quran dan sunnah
Nabi yang akan menjauhkan setiap muslim dan muslimah dari kesesatan segala hal.
Ibu adalah pembuka ilmu pertama bagi anaknya. Darinya, anak pertama kali
belajar, sehingga dia mempunyai pengaruh yang besar dalam tumbuh kembang dan
pola pikir anak-anaknya dalam memnina generasi masa depan yang baik. Perempuan
adalah tiang negara.
4.
Perempuan Sebagai Anggota Masyarakat
Perempuan menjadi bagian dari
sebuah masyarakat. Dia memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan serta
kondisi sosialnya. Posisi tersebut menuntut peranan seorang perempuan tidak hanya dalam keadaan privat, tetapi juga
kehidupan politik. Hal tersebut saling mengakomodasi dalam menjalankan tanggung
jawab amar ma’ruf nahi munkar. Perempuan
harus cakap dalam mengambil langkah-langkah praktis yang dibutuhkan dalam
menghadapi perubahan di tengah-tengah masyarakatnya. Perempuan juga dibutuhkan
dalam kiprahnya untk berdakwah di tengah masyarakat, agar kaum perempuan
memiliki pengetahuan Islam dan umum yang mumpuni.
C. Hak-hak Perempuan dalam
Berbagai Bidang
Al-Quran yang
menerangkan perempuan dalam berbagai ayatnya. Keterangan tersebut meliputi
berbagai sisi kehidupan, seperti tentang kisah penokohan perempuan muslim,
akhlak, keistimewaannya dalam agama, fiqh kewanitaan, warisan, kewajibannya
pada Allah, suami, dan sekitarnya, sampai pada hak-hak perempuan yang dapat ia
perjuangkan. Secara umum surat Al-Nisa 'ayat 32 menerangkan, “Untuk lelaki hak
(bagian) dari apa yang dianugerahkan kepadanya dan bagi perempuan hak (bagian)
dari apa yang dianugerahkan kepadanya”. Ayat inilah yang menjadi simbol bahwa
dipersilahkan bagi perempuan mendapatkan hak-haknya di hadapan manusia lain. Berikut ini akan dikemukakan
beberapa hak yang dimiliki oleh kaum perempuan menurut pandangan ajaran Islam.
1.
Hak-hak Kemanusiaan
Diantara hak-hak kemanusiaan antara lain;
-
hak
hidup,
-
hak
mendapat kemuliaan,
-
hak
kesetaraan dengan laki-laki, dan
-
hak
mengemukakan pendapat dan musyawarah.
Sejak awal, Islam telah memberikan hak
kepada perempuan untuk berpendapat dan disertakan dalam musyawarah. Hak itu
sebelumnya dibelenggu di era jahiliyah.
2.
Hak-hak Ekonomi
Hak-hak ekonomi perempuan meliputi hak kepemilikan dan pengelolaan.
Islam memberikan kebebasan terhadap
perempuan dalam hal pengelolaan dan urusannya dalam harta, perdagangan, akad
jual beli, persewaan, perserikatan, dan sebagainya. Perempuan juga
diperbolehkan untuk menetapkan mahar yang akan diterima dari calon suaminya.
3.
Hak-hak Sosial
Diantara hak-hak tersebut antara lain:
a. Mendapatkan perlakuan baik
Perempuan
dalam suatu lingkaran tertentu berhak mendapatkan perlakuan baik dari manusia
lain, baik posisinya dia sebagai saudari, anak, ibu, istri, atau nenek.
b. Memilih suami
Dalam menerima pinangan seorang laki-laki, maka perempuan
memiliki hak untuk menerima dan menolak khitbah tersebut.
c. Mendapatkan nafkah
Merupakan kewajiban dan tanggung jawab bagi para suami
dan seorang ayah untuk menafkahi keluarganya, bagi istrinya, bagi anak
laki-laki dan perempuannya. Nafkah tersebut harus bersumber dari segala
pekerjaan dan usaha yang halal.
d. Mendapatkan warisan
Secara garis besar, teori hukum
warisan untuk wanita separuh dari lelaki bukan merupakan suatu bentuk
diskriminasi Islam terhadap perempuan, sudah sangat adil jika dalam konteks
arab pra-Islam yang mana wanita sama sekali tidak mendapatkan warisan, bahkan
wanita menjadi barang yang diwariskan kepada anaknya. hukum warisan adalah
salah satu hukum yang diturunkan secara detail langsung dari Allah. Jika
perintah shalat, zakat, puasa dan naik haji hanya dijelaskan secara global,
peraturan pembagian warisan telah terperinci langsung dari sumbernya. Memang,
dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menerangkan bahwa hak wanita adalah separuh
dari hak lelaki, “Allah mewasiatkan kepadamu tentang anak-anakmu, yang
lelaki hendaklah mendapatkan dua kali dari hak wanita” (QS. An-Nisa : 11),
namun itu bukanlah sebuah patokan utama dalam warisan. Konsep ini bukanlah
konsep umum dalam warisan. Konsep ini hanya berlaku ketika ada ahli waris lelaki dan
perempuan yang memiliki derajat (generasi) yang sama, seperti anak
pewaris lelaki dan perempuan, atau saudara kandung pewaris yang lelaki dan
wanita.
Perbedaan hak pembagian warisan
dalam islam tidak berpatok pada perbedaan jenis kelamin. Perbedaan itu
dipengaruhi oleh tiga hal; Pertama,
derajat kedekatan antara ahli waris dan pewaris. Semakin dekat ahli waris
dengan pewaris, maka semakin besar hak yang ia dapatkan. Kedua, perbedaan generasi antara para ahli waris. Generasi yang
muda yang memiliki kemungkinan hidup lebih besar biasanya akan mendapatkan hak
lebih dari generasi yang telah hidup lebih dulu. Hal ini dikarenakan generasi
yang lebih muda akan lebih membutuhkan sokongan keuangan dari pada generasi
yang lama, karena ia dibebani untuk membiayai generasi setelahnya yang belum
mampu untuk mandiri. Contoh, seorang anak wanita akan mendapatkan hak lebih
besar (1/2) dibanding suami dari pewaris (1/4). Ketiga, perbedaan
beban kehidupan antara para ahli waris. Inilah satu hal yang membedakan antara
lelaki dan wanita. Dalam islam, seorang lelaki diwajibkan untuk menafkahi istri
dan keturunannya, sedangkan wanita tidak dibebankan dengan hal itu.
e. Mendapatkan mahar
Mahar merupakan harta yang diberikan pihak calon suami kepada
calon istrinya untuk dimiliki sebagai penghalal hubungan mereka. Calon suami
boleh memberikan mahar berapapun asal pihak calon istri setuju. Mahar ini menjadi hak calon istri
sepenuhnya, sehingga bentuk dan nilai mahar ini pun sangat dapat ditentukan
oleh kehendak calon istri. Mahar
dapat berbentuk uang, benda atau pun jasa, tergantung kesesuaian pihak calon
istri.
f. Meminta cerai
Hak untuk istri meminta cerai dibenarkan jika ada alasan
yang diizinkan syariat. Perceraian
adalah hal halal yang paling dibenci oleh Allah. Perceraian dipilih ketika
dibutuhkan saja. Bila
mempertahankan pernikahan akan mengakibatkan mudharat yang lebih besar.
g.
Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
Berbicara tentang kewajiban
belajar atau menuntut ilmu bagi laki-laki dan perempuan, telah banyak ayat
Al-Quran yang membeberkan tentang hal tersebut. Salah satunya adalah wahyu
pertama Al-Quran surat Al’Alaq ayat 1 sampai 5 yang berisi perintah untuk
membaca atau belajar. “Bacalah demi nama
Tuhanmu yang telah menciptakan ...”. Dalam surat Al-Baqarah ayat 31-34
diterangkan pula bahwa keistimewaan manusialah yang menjadikan para malaikat
diperintahkan oleh Allah sujud kepadanya karena manusia memiliki pengetahuan.
Baik laki-laki maupun perempuan
diperintahkan untuk mencari ilmu sebanyak mungkin demi kemaslahatan hidupnya. “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap
muslim laki-laki dan muslim perempuan”. Pendidikanlah yang berperan sebagai
katalis untuk perubahan. "Katakanlah: Apakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sebenarnya hanya orang yang
mempergunakan akal sehat yang dapat menerima pelajaran "(QS. Az-Zumar
: 9).
Allah SWT berfirman dalam ayat yang lain, "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan
amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik lelaki maupun perempuan
..." (QS Ali-Imron:195). Hal ini berarti bahwa kaum perempuan mampu
untuk berpikir, mempelajari, untuk kemudian mengamalkan apa yang mereka
dapatkan dalam proses pembelajaran dan dari apa yang mereka peroleh dari alam
raya ini. Pengetahuan lam raya meliputi berbagai disiplin ilmu, sehingga dari
ayat tersebut perempuan bebas untuk belajar bapa saja sesuai dengan minat dan
kecenderungan mereka.
h. Beraktifitas
Tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa Islam membenarkan perempuan aktif dalam beraktivitas. Perempuan dapat
bekerja di berbagai bidang, baik secara mandiri atau relasi, di dalam atau di
luar rumah, milik pemerintah atau sasta, asalkan masih dalam koridor yang
sopan, terhormat, tidak menimbulkan fitnah, dan dapat memelihara agamanya.
Perempuan-perempuan zaman Nabi pun ada yang sampai terlibat langsung dengan
aktivitas peperangan, seperti Ummu Salamah(istri Nabi), Shafiyah, Laila
Al-Ghaffariyah, dan Ummu Sinam Al-Aslamiyah. Mereka bahu-membahu dengan kaum
pria dalam bekerja sama. Istri Nabi Muhammad SAW yang pertama, Khadijah binti
Khuwailid sendiri tercatat sebagai saudagar atau pedagang yang sangat sukses.
Perempuan dapat melakukan
pekerjaan apapun selama dia membutuhkannya atau pekerjaan itu membutuhkannya,
seperti bidan yang dapat membantu proses kelahiran bayi, asalkan sesuai dengan
norma agama dan asusila. Melalui pengetahuan dan ketrampilannya, perempuan juga
berhak menempati jabatan tertentu dalam pekerjaannya.
4.
Hak-hak Konstitusi
a. Bidang Politik
“Dan orang-orang yang beriman,
lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah awliya' bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang
ma'ruf, mencegah yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka
taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka
itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”(At-Taubah:71). Ayat tersebut merupakan ayat yang seringkali
dikaitkan dengan hak-hak politik kaum perempuan sebagai gambaran tentang
kewajiban melakukan kerjasama antar lelaki dan perempuan dalam berbagai bidang
kehidupan yang dilikiskan dengan kalimat peintah menyuruh untuk mengerjakan
perkara ma’ruf dan mencegah kemunkaran.
Kata auliya’ dalam
pengertiannya mencakup makna kerja sama dalam bantuan dan penguasaan.
Pengertian dari menyuruh untuk mengerjakan yang ma’ruf mencakup seluruh sendi
kebaikan, termasuk nasihat atau kritik terhadap penguasa. Berdasar hal
tersebut, diharapkan perempuan dapat mengikuti perkembangan masyarakat sekitar
agar mampu melihat dan berbagi kebaikan dan nasehat dalam berbagai segi
kehidupan. Keikutsertaan perempuan dan laki-laki dalam konten di atas jelas
tidak dapat disangkal.
Sealin dalam urusan nasehat,
perempuan juga berhak mengeluarkan pendapat melalui musyawarah. “Sedang urusan
mereka diputuskan dengan musyawarah antar mereka”(As-syuuraa:38). Ayat ini
menjadi dasar bahwa perempuan memiliki hak untuk berpolitik bagi laki-laki dan
perempuan. Musyawarah sendiri merupakan slah satu prinsip pengelolaan
bidang-bidang kehidupan bersama, termasuk kehidupan berpolitik, dalam arti setiap
warga masyarakat diharapkan untuk memutuskan segala sesuatu dengan jalan
musyawarah untuk kepentingan bersama atau golongan.
Kesetaraan hak tersebut
menunjukkan bahwa Allah tidak melarang keterlibatan perempuan dalam
bermasyarakat. Tidak dipungkuri bahwa Al-Quran dalam ayat 34 surat An-Nisa’
memang menyebutkan “Lelaki-lelaki adalah pemimpin perempuan-perempuan”. Sebagian orang
menjadikan dasar tersebut sebagai larangan bagi perempuan untuk berpolitik.
Ayat tersebut berbicara tentang kepemimpinan laki-laki(suami) terhadap seluruh
keluarganya dalam bidang rumah tangga. Kepemimpinan itupun tidak lantas
mencabut hak-hak perempuan(istri) dalam berbagai segi, seperti dalam harta
kepemilikan pribadi meski tanpa ada persetujuan suami.
Yang dimaksud dengan hak-hak
politik adalah yang ditetapkan dan diakui oleh undang-undang berdasarkan
keanggotaan sebagai warga negara. Biasanya ada korelasi antara hak hukum dan
politik dengan masalah kewarganegaraan. Artinya hak politik itu
hanya dimiliki oleh orang yang berada di
wilayah hukum negara tertentu dan tidak berlaku untuk orang asing
b. Bidang hukum
Islam memberikan perempuan hak sebagai saksi dalam proses penyelesaian
suatu masalah hukum.
Perbedaan yang ada antara
laki-laki dan perempuan akibat fungsi dan tugas-tugas utama yang dibebankan
oleh Allah kepada masing-masing jenis kelamin, tetapi perbedaan tersebut tidak
menjadikan yang satu mempunyai kelebihan atas yang lain. “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain, karena bagi lelaki ada
bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bagi perempuan juga ada
bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bermohonlah kepada Allah
dari karunia-Nya. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”(QS An-Nisa’ : 32).
by. Ana Diana Solich
DAFTAR REFERENSI
Al-Hikmah, Departemen Agama RI. 2007. Al-Quran dan Terjemahnya. Diponegoro,
Bandung.
Assyafi’i, Muhammad bin Idris. Al-Umm. Daarul Ma’rifah,
Beirut-Libanon.
Al-Qardhawi, Yusuf. 1996.
Fatawa Qardhawi: Permasalahan, Pemecahan dan Hikmah. Risalah Gusti, Surabaya.
Haidir, Abdullah. 2005.
Kisah Wanita-Wanita Teladan. Al-Sulay, Riyadh.
Muhammad, Musthofa.
Jawaahirul Bukhoori. Toha Putra, Semarang.
Sabiq, Ahmad. 2011.
Wanita-Wanita Pengukir Sejarah Islam. Ibnumajjah, Gresik.
Thoifur. 2007. Miftaahul
‘Ghowaamidl. Maktabah Al-Rifa’ie, Malang.