Senin, 03 September 2012

Solusi Untuk Kembali Pada Independensi HMI



Mengembalikan dan memposisikan diri sebagai intelektual
           Sebagai individu yang masih berstatus mahasiswa, maka basic seharusnya adalah berilmu pengetahuan. Mahasiswa cenderung mengandalkan retorika saja, padahal dasar intelektualnya kurang. Jelas dalam tujuan HMI, bahwa kita harus menjadi insan akademis, pencipta dan pengabdi. Dengan berlandaskan  tujuan tersebut, sudah sepatutnya jika sebagai kader juga tak melupakan ladang keilmuannya dalam perjuangannya dalam berorganisasi di HMI.
           Kader HMI harus mampu bersikap kritis-akademis yang menjadi kontributor ide untuk bangsa dan negara di tengah permasalahan bangsa dan amburradulnya sistem pendidikan di Indonesia. HMI harus dipimpin dari kalangan intelektual dan kembali ke intelektual. Maksudnya adalah, dari permasalahan-permasalahan yang ada harus diselesaikan melalui kajian-kajian ilmiah dan bukan berdasarkan analisis-analisis politik.
           Wujud intelektualisme bisa dengan menjadi cendekia muslim seutuhnya, peneliti-peneliti di bidang pendidikan, sosial, dan kebudayaan. Kader mampu menghasilkan karya yang orisinil melalui buah pemikiran, penelitian, analisis, dan pembuktian-pembuktiannya di hadapan sejarah. Disebutkan dalam Al-Quran, ”Sesungguhnya yang bertaqwa kepada Allah itu dari hamba-hambanya hanyalah yang berilmu pengetahuan”(QS. Fathir : 28).     Ketika HMI telah kembali pada kalangan intelektual murni, maka dalam memandang kedekatan-kedekatan pribadi dan kepentingan suatu golongan akan dipandang berdasarkan realitas objektif dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga nantinya HMI bisa berdiri secara independen.

Eksis di masyarakat
           Tercantum dalam Pasal 4 AD HMI, bahwa salah satu tujuan HMI adalah bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridlai Allah SWT. Oleh karenanya, HMI mau tidak mau harus dapat berkontribusi terhadap masyarakat secara langsung, baik secara etis maupun organisatoris. Masyarakat awam perlu kekuatan penyangga untuk menyampaikan aspirasinya. Mahasiswa yang memiliki tingkat pendidikan paling tinggi harus mampu mengayominya, begitupun dengan kader HMI. Secara organisatoris, hal ini dapat mengembalikan independensi kader karena mereka harus membela masyarakat dan mengaspirakannya kepada pemerintah, dan mengajaknya pada kebaikan dengan inisiatif HMI itu sendiri tanpa menunngu organisasi mahasiswa yang lain. Al-Quran surat Al-Imron ayat 104 mengungkapkan hal tersebut. “Hendaknya ada di antara kamu suatu kelompok yang mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf, dan melarang yang mungkar”. HMI Harus menjadi garda terdepan dalam mewujudkan masyarakat adil makmur demi untuk meraih ridla Allah SWT dan meningkatkan eksistensinya dalam kalangan masyarakat.

KAHMI hanya didirikan untuk wadah silaturahmi
               Ketika orang sudah dihadapkan pada kepentingan pribadi, mau tidak mau orang akan mendahulukan kepentingannya. Tidak salah, sebab hal itu justru untuk memenuhi kewajibannya sebagai manusia yang bertanggungjawab terhadap keluarga dan dirinya sendiri. Kenyataan itu juga merupakan titik rawan terjadinya perbedaan sampai konflik antar-manusia. Kalau sudah menyentuh kepentingan perorangan, setiap orang, tidak terkecuali alumni HMI, pasti bisa berbeda. Tergantung nuansa perbedaannya, sehingga dapat menjadi konflik ataupun perpecahan karena telah melahirkan konflik kepentingan. Misalnya, kalau alumni itu terlibat dalam politik, niscaya bisa melibatkan kader untuk mendukungnya secara tidak langsung. Mencegah kecenderungan seperti itu, maka KAHMI hanya perlu didirikan untuk wadah silaturahmi. Kader harus sadar betul bahwa mereka tidak boleh diintervensi oleh KAHMI, agar independensinya tetap dapat terjaga. Peran para alumni HMI hanya untuk mendukung kegiatan sebagai organisasi mahasiswa yang independen.

Pembentukan kualitas kepemimpinan
             Kaderisasi HMI tidaklah secara spesifik mengarahkan anggota HMI menjadi politisi, tetapi lebih kepada pembentukan kualitas kepemimpinan, sesuatu yang memang tidak ditemui secara kurikula di dunia perguruan tinggi formal. Kepemimpinan yang terbentuk diharapkan bukan hanya berkembang di arena politik, tetapi di semua bidang yang menjadi minat anggota. Denga alasan-alasan itu, kaderisasi HMI tidak difokuskan menjadikan anggotanya pemimpin politik. Bahwa kualitas kepemimpinan berpengaruhi terhadap pilihan politik, pada dasarnya memiliki kans yang sama untuk pilihan pada bidang pekerjaan lain.
            Kepemimpinan kader HMI yang berkualitas dan searah dengan tujuan HMI, akan memberikan kesinambungan dan keselarasan bagi organisasi ini, mengingat jumlah kader HMI yang cukup besar. Jika kepemimpinan berkualitas, maka cara pandang terhadap segala sesuatu yang ada di hadapannya akan merujuk kepada kebenaran relatif. Kader yang berkualitas kepemimpinannya, tidak akan jauh dari sifat objektif, dan dengan hal tersebut HMI dapat kembali menemukan sifat aslinya, independen.
                       
Pemantapan konsep ketauhidan pada kader
           Rasulullah SAW mengawali pergerakannya dengan melakukan perubahan pada paradigma ketuhanan manusia. Rasul tidak mengawalinya dengan pergerakan ekonomi ataupun perjuangan kelas. Perubahan paradigma ketuhanan menjadi pondasi bagi tahap-tahap perjuangan selanjutnya. Cara pandang mengenai ketuhanan akan menentukan cara pandang manusia terhadap manusia lain dan alam pada umumnya. Konsep tauhid yang diajarkan oleh Rasulullah SAW menjadi landasan bagi munculnya sikap independen umatnya.
         Kekuatan tauhid yang kokoh akan memunculkan sikap idependen. Seseorang yang bertauhid tidak ada lagi kepentingan materialistik dalam perbuatannya, sehingga tidak akan mudah tergoda oleh tawaran-tawaran pragmatis dalam bertindak. Acuan dalam segala tindakannya adalah Allah, seperti yang terdapat dalam Al-Quran, “Katakanlah : Dia adala Tuhan Yang Maha Esa, Dia adalah Tuhan tempat menaruh segala Harapan”(QS. Al-Ikhlas : 1-2). Maka itulah jiwa-jiwa independen yang sesungguhnya.
           Jiwa independen bisa dimunculkan dari seseorang yang memiliki kedalaman aqidah dan selalu menjaga aqidah tersebut dengan selalu aktif mendekatkan diri padaNya. Jiwa-jiwa independen inilah yang seharusnya ditanamkan oleh HMI ke dalam setiap kadernya. Sebagai organisasi yang bersifat independen, maka kader-kadernya juga harus memiliki jiwa independen. Sudah saatnya HMI kembali pada nilai-nilai keislaman.

Pengontrolan intensif terhadap komisariat
           Pengurus HMI setingkat Cabang wajib untuk lebih intensif dalam mengontrol komisariat dan usaha perbaikannya. Level komisariat yang cakupannya paling kecil, dapat diarahkan sedemikian rupa untuk dapat lebih memahami keIslaman dan keHMIan. LK 1 sebagai tonggak awal pengenalan kader terhadap HMI harus mengena dan tepat sasaran, sehingga sifat dan karakter HMI dapat tertanam pada diri kader sebelum melangkah jauh ke depan. “Sesungguhnya Tuhan memerintahkan untuk mengerjakan keadilan dan mengusahakan perbaikan”(QS. An-Nahl : 90)


Ana Diana Solich - yakin usaha sampai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar