Mengembalikan
dan memposisikan diri sebagai intelektual
Sebagai individu yang masih
berstatus mahasiswa, maka basic seharusnya adalah berilmu pengetahuan. Mahasiswa
cenderung mengandalkan retorika saja, padahal dasar intelektualnya kurang. Jelas
dalam tujuan HMI, bahwa kita harus menjadi insan akademis, pencipta dan
pengabdi. Dengan berlandaskan tujuan
tersebut, sudah sepatutnya jika sebagai kader juga tak melupakan ladang keilmuannya
dalam perjuangannya dalam berorganisasi di HMI.
Kader
HMI harus mampu bersikap kritis-akademis yang menjadi kontributor ide untuk
bangsa dan negara di tengah permasalahan bangsa dan amburradulnya sistem
pendidikan di Indonesia. HMI harus dipimpin dari kalangan intelektual dan
kembali ke intelektual. Maksudnya adalah, dari permasalahan-permasalahan yang
ada harus diselesaikan melalui kajian-kajian ilmiah dan bukan berdasarkan
analisis-analisis politik.
Wujud intelektualisme bisa dengan
menjadi cendekia muslim seutuhnya, peneliti-peneliti di bidang pendidikan,
sosial, dan kebudayaan. Kader mampu menghasilkan karya yang orisinil melalui
buah pemikiran, penelitian, analisis, dan pembuktian-pembuktiannya di hadapan
sejarah. Disebutkan dalam Al-Quran, ”Sesungguhnya yang bertaqwa kepada Allah
itu dari hamba-hambanya hanyalah yang berilmu pengetahuan”(QS. Fathir :
28). Ketika HMI telah kembali pada
kalangan intelektual murni, maka dalam memandang kedekatan-kedekatan pribadi
dan kepentingan suatu golongan akan dipandang berdasarkan realitas objektif dan
dapat dipertanggungjawabkan sehingga nantinya HMI bisa berdiri secara
independen.
Eksis
di masyarakat
Tercantum dalam Pasal 4 AD HMI,
bahwa salah satu tujuan HMI adalah bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil makmur yang diridlai Allah SWT. Oleh karenanya, HMI mau tidak
mau harus dapat berkontribusi terhadap masyarakat secara langsung, baik secara
etis maupun organisatoris. Masyarakat awam perlu kekuatan penyangga untuk
menyampaikan aspirasinya. Mahasiswa yang memiliki tingkat pendidikan paling
tinggi harus mampu mengayominya, begitupun dengan kader HMI. Secara
organisatoris, hal ini dapat mengembalikan independensi kader karena mereka
harus membela masyarakat dan mengaspirakannya kepada pemerintah, dan
mengajaknya pada kebaikan dengan inisiatif HMI itu sendiri tanpa menunngu
organisasi mahasiswa yang lain. Al-Quran surat Al-Imron ayat 104 mengungkapkan
hal tersebut. “Hendaknya ada di antara kamu suatu kelompok yang mengajak
kepada kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf, dan melarang yang mungkar”. HMI
Harus menjadi garda terdepan dalam mewujudkan masyarakat adil makmur demi untuk
meraih ridla Allah SWT dan meningkatkan eksistensinya dalam kalangan
masyarakat.
embentukan
kualitas kepemimpinan
Kaderisasi HMI tidaklah secara
spesifik mengarahkan anggota HMI menjadi politisi, tetapi lebih kepada
pembentukan kualitas kepemimpinan, sesuatu yang memang tidak ditemui secara
kurikula di dunia perguruan tinggi formal.
Kepemimpinan yang terbentuk diharapkan bukan hanya berkembang di arena politik,
tetapi di semua bidang yang menjadi minat anggota. Denga alasan-alasan itu,
kaderisasi HMI tidak difokuskan menjadikan anggotanya pemimpin politik. Bahwa
kualitas kepemimpinan berpengaruhi terhadap pilihan politik, pada dasarnya
memiliki kans yang sama untuk pilihan pada bidang pekerjaan lain.
Kepemimpinan
kader HMI yang berkualitas dan searah dengan tujuan HMI, akan memberikan
kesinambungan dan keselarasan bagi organisasi ini, mengingat jumlah kader HMI
yang cukup besar. Jika kepemimpinan berkualitas, maka cara pandang terhadap
segala sesuatu yang ada di hadapannya akan merujuk kepada kebenaran relatif.
Kader yang berkualitas kepemimpinannya, tidak akan jauh dari sifat objektif,
dan dengan hal tersebut HMI dapat kembali menemukan sifat aslinya, independen.
Pemantapan konsep ketauhidan
pada kader
Rasulullah SAW mengawali
pergerakannya dengan melakukan perubahan pada
paradigma ketuhanan manusia. Rasul tidak mengawalinya dengan pergerakan
ekonomi ataupun perjuangan kelas. Perubahan paradigma ketuhanan menjadi pondasi
bagi tahap-tahap perjuangan selanjutnya. Cara pandang mengenai ketuhanan akan
menentukan cara pandang manusia terhadap manusia lain dan alam pada umumnya.
Konsep tauhid yang diajarkan oleh Rasulullah SAW menjadi landasan bagi
munculnya sikap independen umatnya.
Kekuatan tauhid yang kokoh akan memunculkan sikap idependen.
Seseorang yang bertauhid tidak ada lagi kepentingan materialistik dalam
perbuatannya, sehingga tidak akan mudah tergoda oleh tawaran-tawaran pragmatis
dalam bertindak. Acuan dalam
segala tindakannya adalah Allah,
seperti yang terdapat dalam Al-Quran, “Katakanlah : Dia adala Tuhan Yang
Maha Esa, Dia adalah Tuhan tempat menaruh segala Harapan”(QS. Al-Ikhlas :
1-2). Maka itulah jiwa-jiwa independen yang sesungguhnya.
Jiwa independen bisa dimunculkan
dari seseorang yang memiliki kedalaman aqidah dan selalu menjaga aqidah
tersebut dengan selalu aktif mendekatkan diri padaNya. Jiwa-jiwa independen
inilah yang seharusnya ditanamkan
oleh HMI ke dalam setiap kadernya. Sebagai organisasi yang bersifat independen,
maka kader-kadernya juga harus memiliki jiwa independen. Sudah saatnya HMI kembali pada nilai-nilai
keislaman.
Pengontrolan intensif terhadap komisariat
Pengurus HMI setingkat Cabang wajib untuk lebih
intensif dalam mengontrol komisariat dan usaha perbaikannya. Level komisariat
yang cakupannya paling kecil, dapat diarahkan sedemikian rupa untuk dapat lebih
memahami keIslaman dan keHMIan. LK 1 sebagai tonggak awal pengenalan kader
terhadap HMI harus mengena dan tepat sasaran, sehingga sifat dan karakter HMI
dapat tertanam pada diri kader sebelum melangkah jauh ke depan. “Sesungguhnya
Tuhan memerintahkan untuk mengerjakan keadilan dan mengusahakan perbaikan”(QS.
An-Nahl : 90)
Ana Diana Solich - yakin usaha sampai
Ana Diana Solich - yakin usaha sampai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar