Senin, 21 Mei 2012

HUBUNGAN KEKERABATAN HEWAN



Studi kekerabatan merupakan salah satu aspek yang dipelajari dalam taksonomi hewan. Kekeranatan mencakup dua pengertian yaitu kekerabatan filogenetik dan kekerabatan fenetik. Kekerabatan filogenetik adalah kekerabatan yang didasarkan pada hubungan filogeni antara takson yang satu dan takson yang lain, sedangkan kekerabatan fenetik adalah kekerabatan yang didasarkan pada persamaan dan perbedaan ciri yang tampak pada takson (Clifford and Stephenson, 1975).
            Hubungan kekerabatan merupakan suatu gambaran hubungan organisme yang satu dengan yang lain, baik yang sekarang ada maupun yang hidup di masa silam selama perkembangan sejarah filogenetiknya. Dalam sistematika, jauh dekatnya hubungan antarkesatuan taksonomi dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu fenetik dan filogenetik. Kekerabatan fenetik ditentukan oleh banyaknya persamaan sifat-sifat yang tampak, sedangkan kekerabatan filogenetik ditentukan berdasarkan asal usul nenek moyang sesuai perkembangan atau proses evolusi (Davis dan Heywood, 1973).
            Hasil perbandingan antara ciri-ciri yang mirip dengan semua ciri-ciri yang digunakan berupa nilai rata-rata kemiripan ciri. Hal ini sekaligus menunjukkan tingkat hubungan kekerabatan antara taksa yang dibandingkan. Nilai rata-rata kemiripan ciri selanjutnya digunakan untuk menggambar fenogram.
           Kedekatan hubungan kekerabatan dari beberapa spesies sampel dihitung dengan menggunakan koefisien asosiasi, yaitu bilangan yang menunjukkan nilai kesamaan antara organisme yang satu dengan organisme yang lain (Sokal dan Sneath, 1963). 
S* =    m   
       m + u
Keterangan : S = koefisien asosiasi
                     m = jumlah sifat atau ciri yang sama
                      u = jumlah sifat atau ciri yang beda
*Semakin tinggi nilai koefisien asosiasi, maka semakin dekat hubungan kekerabatannya.
         Hubungan kekerabatan merupakan suatu gambaran hubungan organisme yang satu dengan yang lain, baik yang sekarang ada maupun yang hidup di masa silam selama perkembangan sejarah filogenetiknya. Dalam sistematika, jauh dekatnya hubungan antarkesatuan taksonomi dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu fenetik dan filogenetik. Kekerabatan fenetik ditentukan oleh banyaknya persamaan sifat-sifat yang tampak, sedangkan kekerabatan filogenetik ditentukan berdasarkan asal usul nenek moyang sesuai perkembangan atau proses evolusi (Davis dan Heywood, 1973).
Pengertian secara tradisional terhadap klasifikasi adalah pengelompokan suatu obyek ke dalam kelas karena kepemilikan atribut secara bersama. Klasifikasi juga mengandung makna pengaturan organisme ke dalam suatu grup (atau kelompok) berdasarkan hubungan kekerabatan mereka yang digabungkan oleh adanya contiguity, similarity or both. Klasifikasi memiliki makna yang lebih sempit dari sistematik dan merupakan bagian dari aktivitas yang dilakukan dalam sistematik (Anonim, 2012).
Filogenetik merupakan studi yang membahas tentang hubungan kekerabatan antar berbagai macam organisme melalui analisis molekuler dan morfologi. Para ahli biologi secara tradisional menggambarkan silsilah atau genealogi organisme pada pohon filogenetik, yaitu diagram yang melacak hubungan evolusioner yang dapat mereka tentukan sebaik mungkin (Campbell, 2003). Sistem fenetik lebih mudah diterapkan. Fenetik merupakan karakter atau ciri  yang dapat diamati  secara langsung morfologinya (Saanin, 1984). Hasil keragaman genetik berdasarkan karakter morfologi menunjukkan fenomena yang menarik. Sebagai contoh, nampak bahwa hubungan kekerabatan gelatik Jawa dalam satu kawasan (Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur) tidak berkelompok dalam satu percabangan. Fenomena ini menunjukkan adanya aliran gen yang berhubungan dengan kemampuan terbang yang cukup tinggi dan tidak terdapat penghalang geografi maupun habitat yang membatasi pergerakan gelatik Jawa (Susanti, dkk. 2008).
Filogeni atau filogenesis adalah kajian mengenai hubungan di antara kelompok-kelompok organisme yang dikaitkan dengan proses evolusi yang dianggap mendasarinya. Istilah “filogeni” dipinjam dari bahasa Belanda fylogenie, yang berasal dari gabungan kata bahasa Yunani kuno yang berarti “asal-usul suku, ras”. Hubungan tersebut ditentukan berdasarkan morfologi hingga DNA. Filogeni tidak sepenuhnya sama dengan kladistika (sistematika filogenetik), namun banyak menggunakan metode-metode dan konsep yang dipakai di dalamnya (Gitri, 2011). Analisis data dari suatu organisme secara filogenetik akan memberikan informasi yang penting mengenai proses evolusi yang berjalan, dan bagaimana proses yang terjadi dari setiap ciri kelompok organisme tersebut. Analisis filogenetik merupakan suatu alat analisis yang sangat ampuh, meskipun tidak dapat digunakan untuk menganalisis data bukan biologi (Walter dan Sayles, 1959).
Fenetik merupakan salah satu metode di dalam studi sistematik yang dapat menggambarkan hubungan kekerabatan organisme yang dipetakan pada suatu diagram pohon yang disebut fenogram Pengertian sejenis mengenai fenetik yaitu suatu studi yang mengklasifikasikan berbagai macam organisme berdasarkan kesamaan atau kemiripan morfologi dan sifat lainnya yang bisa diobservasi. Jadi dalam analisis fenetik, hubungan kekeraban dilihat berdasarkan kesamaan atau kemiripan karakter antara organisme yang sedang dipelajari (Walter dan Sayles, 1959).
Menurut Anonim (2012), pada sistem klasifikasi modern, terdapat dua sistem klasifikasi yang mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri, yaitu :
1.    Sistem fenetik
-                    - Berdasarkan persamaan dan perbedaan karakter fenetik yang diamati
-                    - Kemiripan karakter berkurang pada kategori lebih tinggi
-                    - Tidak memerlukan pengetahuan atau analisis evolusi
-                    - Sulit membedakan karakter yang terlihat sama atau menunjukan kemiripan
-                    Contoh : spesies sibling dan simpatrik
2.    Sistem Filogenetik
-                    - Berdasarkan kesamaan nenek moyang
-              - Makin dekat moyang dua unit taksonomi maka akan berkerabat makin dekat dan ditempatkan  pada kategori taksonomi yang lebih rendah dibanding dengan unit taksonomi yang berbagi moyang lebih jauh
-                - Hanya dapat diterapkan pada obyek yang benar-benar mempunyai riwayat perkembangan moyang
-            - Upaya rekontruksi perkembangan evolusi yang dapat meningkatkan pemahaman kita terhadap perkembangan evolusi dalam sistem klasifikasi.
Hubungan antara keterkaitan filogenetik dan kesamaan ekologis antara spesies telah diteliti menggunakan dua pendekatan. Pertama adalah untuk mengukur sinyal filogenetik, yang merupakan kecenderungan untuk spesies terkait yang mirip satu sama lain yang diambil secara acak dari pohon filogenetik. Sinyal filogenetik akan terjadi jika karakter berkembang dengan cara gerakan seperti Brown, dimana jumlah perubahan dalam interval yang diberikan umumnya kecil dan acak seperti pola evolusi, bisa terjadi baik dari pergeseran genetik atau dari seleksi alam yang secara acak berfluktuasi dari waktu ke waktu dalam arah dan besarnya. Akibat dari hal tersebut, sebuah hubungan yang diharapkan antara tingkat keterkaitan filogenetik dihitung sebagai waktu sejak perbedaan antara pasangan spesies, dan tingkat kesamaan fenotipik antara mereka; semakin dekat nenek moyang dengan spesies tertentu, semakin sedikit perbedaan fenotipik yang diharapkan antara mereka. Pendekatan kedua untuk memahami hubungan antara ekologi dan kesamaan filogenetik berputar di sekitar gagasan konservatisme niche filogenetik (PNC). Berbeda dengan penjelasan untuk sinyal filogenetik, keberadaan PNC menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan spesies yang terkait erat, lebih mirip secara ekologis dari yang diharapkan oleh keturunan gerakan sederhana Brown dengan modifikasi. Informasi filogenetik dapat digunakan untuk menilai ceruk konservatisme (Losos, 2008).
Beberapa ikan yang dapat digunakan sebagai contoh dalam praktikum hubungan kekerabatan adalah:
1.   Ikan Layur (Trichiurus savala)
Klasifikasi Ikan layur adalah sebagai berikut :
Kingdom          : Animalia
Phylum            : Chordata
Ordo                : Perciformes
Familia             : Trichiuridae
Genus              : Trichiurus
Spesies           : Trichiurus savala
Layur (Trichiurus savala) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia. Jenis yang ditemukan di Pasifik dan Atlantik merupakan populasi yang berbeda. Ukuran tubuhnya dapat mencapai panjang 2 m, dengan berat maksimum tercatat 5 kg dan usia dapat mencapai 15 tahun. Kegemarannya pada siang hari berkeliaran di perairan dangkal dekat pantai yang kaya plankton Crustacea. Pada waktu malam ikan ini mendekat ke dasar perairan. Layur mudah dijumpai di tempat penjualan ikan di Indonesia. Ia juga menjadi ikan umpan. Orang Jepang menyebutnya tachiuo dan memakannya mentah (sebagai sashimi) atau dibakar. Orang Korea menyebutnya galchi dan mengolahnya dengan digoreng atau dibakar. Ikan ini disukai karena dagingnya yang kenyal, tidak terlalu amis, tidak berminyak, serta mudah dilepas tulangnya (Anonim, 2006).
2. Ikan Lele (Clarias batrachus)
Ikan lele memiliki bentuk badan yang memanjang, berkepala pipih, tidak bersisik, memiliki empat pasang kumis yang memanjang sebagai alat peraba, dan memiliki alat pernafasan tambahan. Bagian depan badannya terdapat penampang melintang yang membulat, sedang bagian tengah dan belakang berbentuk pipih (Susanto, 1996).
Klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut :
Phylum            : Vertebrata
Classis            : Pisces
Ordo                : Ostariophysoidei
Sub ordo         : Siluroidea
Familia            : Claridae
Genus             : Clarias
Species           : Clarias batrachus
3. Ikan Kembung (Rastrelliger brachysoma)
            Ikan kembung laki-laki (Rasterliger branchysoma) termasuk ke dalam kelas Condrichthyes yang memiliki rahang, tubuh bilateral simetris, mulutnya terminal, dan memiliki tutup insang. Ikan kembung laki-laki (Rasterliger branchysoma) juga memiliki liniea lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah (dirhinous), bersisik dan tidak memiliki sungut. Ikan kembung laki-laki (Rasterliger branchysoma) juga memiliki sirip punggung 1, 2 sirip perut, pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak (Djuhanda, 1981).
 Klasifikasi dari ikan kembung adalah:
Phylum            : Chordata
Classis             : Actinopterygii
Ordo                : Perciformes
Familia            : Scombridae
Genus             : Rastrelliger  
Species           : Rastrelliger brachysoma
4. Ikan Brek (Puntius orphoides)
`     Ikan brek (Puntius orphoides C.V.) banyak diperjual belikan di wilayah eks-Karesidenan Banyumas, namun sampai saat ini belum menjadi ikan budidaya. Melihat minat masyarakat terhadap ikan ini, memberikan peluang untuk mendomestikasi dan membudidayakannya agar permintaan dapat  terpenuhi, sekaligus mempertahankan eksistensinya di sungai sebagai habitat aslinya. Usaha domestikasi dan budidaya dapat dilakukan apabila telah tersedia informasi yang berkaitan dengan aspek biologinya (Djuhanda, 1981).
      Klasifikasi Ilmiah ikan brek :
Kerajaan : Animalia 
Filum      : Chordata 
Kelas      : Actinopterygii 
Ordo       : Cypriniformes 
Famili     : Cyprinidae 
Genus    : Puntius 
Spesies  : Puntius orphoides 
5. Ikan Lidah (Cynoglosus lingua)
  Lubang mulutnya sempit dan gigi-gigi pada sebelah badan yang tidak berwarna lebih baik. Di muara-muara sungai di Sumatera terdapat ikan lidah dari spesies Cynoglossus monopus dalam jumlah yang banyak. Ikan ini dapat mencapai panjang tubuh 17 cm, hidupnya pada dasar air yang brlumpur. Jenis-jenis ikan lidah lainnya tidak dapat lebih besar dari 17 cm.
      Hasil uji kekerabatan dengan rumus koefisiensi asosiasi dan fenogram yang dibuat menggunakan software NTsys, menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan yang paling dekat adalah ikan kembung dan ikan brek, selanjutnya antara ikan layur, ikan kembung, dan ikan brek. Sedangkan hubungan kekerabatan paling jauh ditunjukkan antara ikan layur, ikan kembung, ikan brek, dengan ikan lidah. Besarnya nilai koefisien asosiasi pada fenogram menunjukkan dekat jauhnya hubungan kekerabatan hewan. Adapun nilai fenogram berdasarkan perhitungan nilai matrik perbandingan antara jumlah persamaan dengan jumlah karakter yang digunakan. Menurut Sokal dan Sneath (1963) makin banyak jumlah ciri yang yang mirip antara dua takson yang di bandingkan, berarti makin dekat hubungan kekerabatanya dan sebaliknya semakin sedikit jumlah ciri yang mirip antara dua takson, berarti semakin jauh hubungan kekerabatannya. 

by : Ana Diana Solich - yakin usaha sampai


referensi lainnya, bisa dilihat di http://www.wikipedia.org. dan http://faufaufau.wordpress.com.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar