Tantangan
HMI : Independensi dan Kaderisasi
Tantangan yang dihadapi HMI era ini paling tidak ada dua tantangan
pokok, yaitu : independensi HMI dan kaderisasi. Kedua hal tersebut saling
berpegaruh satu dengan yang lain. Kaderisasi yang terkontrol dan mapan akan menghasilkan
kader yang berkualitas dan akan semakin terarah untuk mewujudkan tujuan HMI
sesuai Pasal 4 AD HMI, dan dengan hal tersebut maka HMI akan kembali pada
khittah asli, yakni independen.
Independen merupakan karakter bagi organisasi HMI. Hampir dalam semua
momentum, HMI selalu dikaitkan dengan kekuatan politik yang notabene sangat
berpengaruh dengan implementasi independen secara organisatoris. Pengurus HMI tidak boleh merangkap jabatan dengan
oganisasi pemerintah atau partai politik, atau yang lebih sederhana, pengurus HMI tidak boleh membuat pernyataan
mendukung suatu partai politik atau pemerintah. Mendukung atau menolak sesuatu yang melibatkan kekuatan
politik tertentu, HMI dianggap
melawan prinsip independensi, dalam artian HMI tidak boleh terkait kekuatan politik manapun. Jika HMI sebagai contohnya terlibat
kekuatan politik tertentu, maka dalam
pola hubungan selanjutnya, hakekat saling mempengaruhi atau saling ketergantungan
tidak dapat dihindari, dan tidak menutup kemungkinan
akan terjadi rangkap jabatan serta
pemihakan dalam hal tersebut.
Cak Nur (Dr. Nurcholish Madjid) pernah mengungkapkan “Islam
Yes, Partai Islam No!” di tahun
1970an.
Nilai yang didukung
Cak Nur mungkin bermakna keseimbangan kepentingan. Kesimbangan ini sebagai nilai etis
yang harus diperjuangkan. HMI harus memahami ajaran Islam
atau kondisi masyarakat dalam
arus pergumulan nilai-nilai etis terhadap suatu
kepentingan tertentu.
Nilai-nilai yang diperjuangkan HMI
kepada generasi penerus memerlukan perkaderan HMI yang kuat dan terus-menerus.
Kondisi alumni dari HMI sekarang, banyak diantara para alumni HMI yang terjun
ke dunia politik.Perlu ditegaskan dalam hal kaderisasi anggota, bahwa
kaderisasi HMI tidak untuk merebut kekuasaan politik dan HMI memang bukanlah
organisasi politik. Politik diartikan secara luas, tidak sekedar kekuasaan atau organisasi
politik. Perebutan kekuasaan politik untuk kepentingan anggotanya termasuk
dalam konteks ini. Hal tersebut dikenal dalam perjuangan partai-partai politik
agar anggota atau kadernya menduduki posisi-posisi politik tertentu.
Di
arena politik sekarang, kita melihat alumni HMI tersebar di semua partai
politik, yang secara tidak langsung telah terbentuk suatu koneksi HMI. Melihat
sistem politik yang ada sekarang, alumni HMI yang berpolitik tidak dapat secara
sempurna beridealisasi seperti harapan tujuan HMI yang telah menjadi semacam spirit
perjuangan organisasi ini. Tidak hanya
penafsiran atas tujuan HMI di kalangan HMI ataupun alumninya yang bisa
berbeda-beda, tetapi juga kepentingan partai masing-masing dimana alumni HMI
bekerja sama dapat berbeda pula.
Alumni HMI yang memegang kekuasaan
politik, pada akhirnya lebih bersifat individual atau paling tidak berorientasi
kepada partainya, dan pada saat mereka membutuhkan dukungan untuk kekuasaanya
mereka dengan tanpa sungkan menawarkan kader HMI untuk ikut berpartisipasi atas
nama kaderisasi dan pembelajaran. Di sinilah independensi kader diuji. Hal
yang menguntungkan bagi mereka, tidak sedikit alumni HMI yang berusaha
menghilangkan pertaliannya dengan HMI ketika citra politik HMI tidak dalam
posisi menguntungkan. Sebaliknya, tidak sedikit pula yang mengaku pernah
menjadi anggota HMI ketika citra HMI atau alumni HMI sedang memegang kekuasaan.
Kaderisasi HMI tentu saja dapat membawa
anggotanya menuju wilayah kekuasaan politik dan non politik. Wilayah non
politik diduduki sebagian mereka yang memilih jalur pengusaha, dan sebagian
lagi memilih jalur intelektual dan professional. Terlepas
dari hal tersebut, independensi harus tetap dipertahankan dalam HMI untuk
membentengi diri dari segala bentuk kemungkinan konflik interest.
Faktor-faktor
Penyebab Menurunnya Independensi Kader HMI
Alumni
HMI terlalu banyak intervensi
Peran alumni dan senior banyak
membantu menopang semua kegiatan HMI dan itu dilakukan atas dasar
tolong-menolong bukan paksaan atau keharusan terhadap kader-kader di bawahnya.
Begitupun sebaliknya. Hal tersebut dapat terjadi apabila kedua belah pihak
faham tentang wilayah etis dan organisatoris HMI. Kenyataannya masih banyak
alumni yang sering melakukan intervensi dalam polemik yang ada. Misalnya, dalam
hal kepengurusan di tingkatan Cabang atau komisariat, pengambilan keputusan,
sampai pada ikut melawan kader lain yang dianggap mengancam kedudukan antar
sesama kader.
Intervensi
yang dihadapi bermacam-macam dan kita harus jeli untuk melihatnya. Mengapa?
Karena suatu kepentingan tertentu dengan wuud intervensi juga mengatakan bahwa
hal tersebut merupakan bagian dari perjuangan dan pengaplikasian dari HMI itu
sendiri. Wujud intervensi yang utama dan rawan dapat berasal dari segi politik
atau kekuasaan dan dari segi ekonomi. Kedekatan kader HMI terhadap alumni yang
memiliki kekuasaan dalam pemerintahan seperti DPR dan lembaga lain, secara
tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kondisi psikologis kader. Kader
seakan berjalan hidup di bawah bayang-bayang senior yang berkuasa, atau lebih
parahnya bahkan sampai meniru kebiasaan-kebiasaan kegiatan yang terakomodir
pemerintah. Sangat jelas bahwa independensi HMI itu sendiri dipertaruhkan.
Intervensi alumni kepada HMI di satu
sisi menguntungkan, namun di sisi lain sangat merugikan. Menguntungkan karena
selama ini dana operasional HMI sering berasal dari alumninya, entah tanpa
pamrih atau mempunyai maksud dan tujuan lain. Semakin banyak alumni yang
sukses, HMI pun semakin sejahtera. Merugikan karena sumbangan tersebut
menjadikan interdependensi yang tidak sehat antara alumni dan HMI. Secara
keuangan membuat HMI tidak mandiri, hal ini dapat menimbulkan rasa sungkan dari
kader terhadap seniornya ketika mereka harus menegur senior tersebut ketika
mereka melakukan kesalahan di luar organisatoris.
Cabang
dan komisariat yang semakin banyak
Bertambahnya jumlah cabang dan komisariat
HMI dapat mempengaruhi independensi kader. Munculnya Cabang-Cabang dan
Komisariat-komisariat persiapan di lingkungan kader jika ternyata kondisi
internalnya tidak mapan dan tidak cukup cerdas, maka dalam mempertahankan
keutuhannya akan semakin mudah untuk goyah dan mudah diintervensi oleh pihak
lain, baik kaena kurangnya sumber daya manusia yang kurang berkompeten ataupun
karena tidak adanya “fighter” atau mental petarung dalam diri setiap
kader serta pelopornya. HMI Cabang Purwokerto Komisariat Persiapan Biosains
misalnya, setelah pemekarannya dari Komisariat Ibnu Sinna jika tidak dapat
mempertahankan eksistensinya maka bisa saja akan ada pembekuan komisariat dari
Cabang. Eksistensi yang dilakukan tetap harus menjunjung tinggi sifat
independen dalam berkarya dan berinovasi jika tidak ingin diintervensi oleh
pihak/komisariat lain.
Jika
cabang dan komisariat bertambah banyak, maka keberlangsungannya sudah tentu
akan semakin kurang terkontrol oleh tingkatan di atasnya (badko/cabang). Ketika
keadaan sudah tidak terkontrol, maka mereka lebih sulit untuk menyatu dalam
sisi organisatorisnya. Hal tersebut sebenarnya tidak terlalu bermasalah kalau
nafas organisasi dan pelaksanaan program kerja berjalan efektif, namun tetap
harus diperhatikan.
Peluang
politik besar
HMI adalah organisasi kemahasiswaan
yang sudah berusia panjang dan pernah menjadi organisasi kemahasiswaan Islam
satu-satunya di Indonesia. Berdiri 5 Februari 1947, HMI lahir tidak lama
setelah Indonesia merdeka dan tentunya telah mengalami dinamika internal maupun
eksternal organisasi yang dengan dinamika
masyarakat, bangsa, dan negara. Sudah merupakan suatu hak yang wajar
manakala jumlah kader yang kemudian dimiliki HMI sangat besar dan banyak yang terjun
di seluruh lini kehidupan, termasuk salah satunya adalah dunia politik. Ini merupakan
salah satu keuntungan organisasi yang didirikankan lebih dulu, karena ia
mempunyai kesempatan untuk membangun semangat juang dan kaderisasi serta
kemudian dapat membangun jaringan lebih kuat.
Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) merupakan salah satu organisasi kemahasiswaan yang
melahirkan banyak politikus. Hal ini tidak dapat diingkari. Jumlah politisi di
Indonesia yang pernah mengenyam kawah candradimuka HMI adalah paling besar jika
dibandingkan dengan organisasi-organisasi kemahasiswaan lain, bahkan juga
organisai kemasyarakatan pada umumnya.
Hampir di semua partai politik, kecuali yang ada keterkaitan dengan agama tertentu selain Islam, terdapat kader HMI. Selain karena jumlah yang paling besar, mereka juga mampu tampil dan berperan secara lebih menonjol. Koneksi dan peluang politik yang luas seakan menjadi ladang bagi kader HMI untuk masuk dalam jajaran kekuasaan dalam pemerintahan. Jika sudah berhadapan dengan politik, maka berhadapan juga dengan independensinya yang secara umum bersifat organisatoris.
Hampir di semua partai politik, kecuali yang ada keterkaitan dengan agama tertentu selain Islam, terdapat kader HMI. Selain karena jumlah yang paling besar, mereka juga mampu tampil dan berperan secara lebih menonjol. Koneksi dan peluang politik yang luas seakan menjadi ladang bagi kader HMI untuk masuk dalam jajaran kekuasaan dalam pemerintahan. Jika sudah berhadapan dengan politik, maka berhadapan juga dengan independensinya yang secara umum bersifat organisatoris.
LK
I (Latihan Kader I) HMI kurang sempurna
Latihan
Kader I merupakan hal utama dan penting dalam
memasuki tahap awal HMI. Tanpa adanya kaderisasi, organisasi tidak akan
dapat meneruskan eksistensinya. Bisa dibilang, urat nadi sebuah organisasi
adalah kaderisasi, sehingga hampir seluruh organisasi memiliki sebuah biro atau
divisi kaderisasi termasuk juga HMI. Latihan Kader di HMI merupakan alat atau
cara yang digunakan untuk menanamkan pemahaman atau doktrin kepada calon
anggota agar mereka dapat mengenal organisasi lebih mendalam sehingga memahami
karakteristik, kultur, potensi, arah dan tujuan HMI.
Latihan Kader I sebagai pintu
gerbang dimulainya nafas perjuangan HMI secara tidak langsung akan membentuk
karakter dan sifat kader. Permasalahannya, masih ada cabang atau komisariat HMI
yang pola LK I nya masih belum tepat. Bisa dari MOT nya atau dari BPL nya. Ada
beberapa materi wajib yang disampaikan tidak secara menyeluruh atau total hanya
dikarenakan pembatasan waktu LK. Hal ini terjadi di beberapa kampus yang
berbasis sains dan teknologi. Hanya karena alasan padatnya jadwal kuliah dan
praktikum, lantas durasi waktu LK I semakin dipersempit pula. Kader belum
sempat untuk mencerna materi dengan baik, tetapi sudah terhalang waktu. Ironis.
Materi konstitusi misalnya, jika materi ini disampaikan hanya sebagai formalitas,
bagaimana kader akan tahu karakter yang ada pada AD (Anggaran Dasar) HMI?
Kurangnya
penghayatan dan pemahaman independensi oleh kader HMI
Penghayatan dan
pemahaman independensi oleh kader HMI sendiri sangat diperlukan. Jika
penghayatan dan pemahamannya kurang, maka independensi secara etisnya
berkurang. Sederhananya, hal ini bisa dilihat dalam keseharian kader di tingkat
komisariat. Kader yang kurang pemahamannya terhadap independensi, maka ia tidak
dapat berdiri dengan kokoh dalam berpendapat dan mencari kebenaran relatif.
Ahmad
Wahib dalam catatan hariannya dalam buku Pergolakan Pemikiran Islam halaman 277
menuturkan, “Kalau saya menyaksikan pola berfikir aktifis HMI pada
cabang-cabang kecil, maka seolah-olah lenyaplah harapan saya untuk menjadikan
HMI ini sebagai kekuatan pembaharu. Mungkin sekali bila pimpinan HMI berhasil
menjadikan HMI sebagai kekuatan pembaharu-independent-kreatif, maka
berguguranlah anggotanya meninggalkan HMI. Orang yang akan masuk pun sedikit
sekali dan dukungan umat akan kurang. Persoalannya, karya mana yang lebih besar
antara besar sebagai kekuatan retrogressif-reaksioner dengan kecil sebagai
kekuatan pembaharu pelopor”(14 Maret 1969).
Jelas
dalam pertanyaan tersebut, independensi kader dirasa kurang penghayatannya.
Bahkan ketika mereka dihadapkan pada sesuatu yang sifatnya baru dan membutuhkan
kreatifitas, kader yang tidak dapat bertahan akan lepas dan gugur meninggalkan
HMI.
Kader
HMI tidak mandiri
Menjadikan
organisasi yang mandiri adalah pekerjaan sulit. Tidak cukup dengan banyak teori
tetapi butuh pengalaman dan jam terbang yang tinggi. HMI harus mampu untuk mandiri dan terlepas dari konflik
kepentingan pihak-pihak tertentu yang hanya mau mengais keuntungan belaka.
Mandiri atau tidaknya kader dalam hal ini, dapat dilihat dari segi model
perkaderan yang diterapkan , kreatifitas atau kekaryaan, dan segi pendanaan
organisasi.
Model atau pola perkaderan di setiap cabang
tentunya berbeda-beda. Biasanya, kelemahan kader HMI kebanyakan ialah tidak
bisa bekerja sama secara solid dalam bentuk tim. Hal ini dapat disebabkan
karena pola perkaderan yang hanya terpaku pada orang-orang atau senior-senior
tertentu dalam pembelajarannya, sehingga sangat cenderung sekali untuk memiliki
ketergantungan terhadapnya. Pola tersebut dapat mempengaruhi independensi
secara etis. Seharusnya, kader dibiarkan lepas untuk bersosialisasi dan
berkompetisi dengan kader lainnya agar memperoleh lebih banyak pengalaman dan
tantangan. Pengalaman dan tantangan yang ada dan muncul oleh sebab pencariannya
sendiri, menjadikan kader akan lebih siap pakai dan mandiri dalam berproses.
Hal tersebut dapat berpengaruh positif dalam pembentukan kepribadiannya.
Mandiri atau biasa diartikan mampu untuk
berdiri sendiri, akan dapat menjadikan seseorang lebih survive dalam menghadapi
permasalahan. Dewasa ini, mahasiswa lebih suka menikmati hasil-hasil yang
sifatnya instan dan kurang memperhatikan proses pencapaiannya. Sedikit dari
mahasiswa yang punya pemikiran dan inovasi yang kreatif dan membangun.
Kebanyakan hanya langsung memakai produk siap jadi, padahal kader HMI
diharapkan menjadi kader yang siap pakai dan memiliki kecerdasan intelektual
yang dapat dipertanggungjawabkan. Begitu pula dengan kekaryaan. Kurang
kretifitas, berarti miskin karya. Jika miskin karya, maka kita akan kembali
bergantung dengan hasil pemikiran pihak-pihak lain. Karya yang dimaksud di
sini, dititikberatkan pada pemikiran dan lain-lain yang dapat meningkatkan
eksistensi kader dan juga esensinya secara organisatoris, seperti tulisan, dan
sebagainya.
Selain pola perkaderan dan
kreatifitas, segi pendanaan organisasi juga dapat mempengaruhi kemandirian kader.
Seringkali keberlangsungan kegiatan perkaderan di HMI mengandalkan dana dari
para alumninya, untuk LK misalnya, sangat jarang kader HMI untuk mengandalkan
swadaya dari kader sendiri meskipun untuk mendapatkan dana dari pihak lain
membutuhkan kompetensi yang sulit pula. Hal seperti ini dapat menjadikan HMI
untuk mudah dibeli dan dijadikan alat transaksi untuk kepentingan masing-masing
individu.
HMI mempunyai lembaga-lembaga yang
menyediakan wadah untuk anggotanya agar dapat mengembangkan skillnya, seperti
LAPMI (Lembaga Pers Mahasiswa Islam), LSMI (Lembaga Seni Budaya Mahasiswa
Islam), LEMI (Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam), dan lain-lain. Kader HMI dapat
ikut berpartisipasi dalam program kerja bidang Kewirausahaan dan Pengembangan
Profesi untuk segi pendanaan, baik melalui event lokakarya, Program Mahasiswa
Wirausaha, atau sumber dana lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan alumni
atau senior. Dengan demikian, maka kader sedikit banyak telah mencoba
mengimplementasikan sikap mandiri. Lebih penting dari hal tersebut sebelumnya,
selama HMI tidak mampu mandiri dari segi keuangan maka HMI selamanya tidak akan
pernah independent dalam bersikap. Kemandirian sangat diperlukan agar
HMI bisa independen.
Oleh : Ana Diana Solich - yakin usaha sampai
Oleh : Ana Diana Solich - yakin usaha sampai
mantap kanda
BalasHapus